Koperasi syariah mungkinkah ???
1.Pendahuluan
Merupakan sistem ekonomi
Islam yang integral dan merupakan suatu kumpulan dari barang-barang atau
bagian-bagian yang bekerja secara bersama-sama
Sebagai suatu
keseluruhan.
“Wahai orang-orang
yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya Syetan itu adalah musuhmu yang
nyata”. (Q.S. Al Baqarah : 208)
Merupakan bagian
dari nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam yang mengatur bidang perekonomian umat
yang tidak terpisahkan dari aspek-aspek lain dari keseluruhan ajaran Islam yang
komprehensif dan integral
“Pada hari ini
telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah aku cukupkan kepadamu
nikmat Ku, dan telah aku ridhoi Islam sebagai agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa[398] Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al Maidah : 3)
1.2 Prinsip Ekonomi Islam
dalam Koperasi Syariah
·
1. Kekayaan adalah
amanah Allah swt yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak.
·
2. Manusia diberi
kebebasan bermu’amalah selama bersama dengan ketentuan syariah.
·
3. Manusia merupakan
khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi.
·
4. Menjunjung tinggi
keadian serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi
pada segelintir orang atau sekelompok orang saja..
1.3 Prinsip Syariah Islam
dalam Koperasi Syariah
·
1. Keanggotan
bersifat sukarela dan terbuka.
·
2. Keputusan
ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen (istiqomah).
·
3. Pengelolaan
dilakukan secara transparan dan profesional.
·
4. Pembagian sisa
hasil usaha dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha
masing-masing anggota.
·
5. Pemberian balas
jasa modal dilakukan secara terbatas dan profesional menurut sistem bagi hasil.
·
6. Jujur, amanah dan
mandiri.
·
7. Mengembangkan
sumber daya manusia, sumber daya ekonomi, dan sumber daya informasi secara
optimal.
·
8. Menjalin dan
menguatkan kerjasama antar anggota, antar koperasi, serta dengan dan atau
lembaga lainnya.
1.4 Usaha Koperasi Syariah
·
Usaha koperasi
syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib) serta menguntungkan dengan
sistem bagi hasil dan tanpa riba, judi atau pun ketidakjelasan (ghoro).
·
Untuk menjalankan
fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam
sertifikasi usaha koperasi.
·
Usaha-usaha yang
diselenggarakan koperasi syariah harus sesuai dengan fatwa dan ketentuan Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
·
Usaha-usaha yang
diselenggarakan koperasi syariah harus tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1.5 Modal Awal Koperasi
Membentuk koperasi memang diperlukan keberanian dan
kesamaan visi dan misi di dalam intern pendiri. Selain itu, mendirikan koperasi
syariah memerlukan perencanaan yang cukup bagus agar tidak berhenti di tengah
jalan. Adapun agar diakui keabsahannya, hendaklah koperasi syariah disahkan
oleh notaris. (Biaya pengesahan relatif tidak begitu mahal, berkisar 300 ribu
rupiah.)
Untuk mendirikan koperasi syariah, kita perlu memiliki
modal awal. Modal Awal koperasi bersumber dari dana usaha. Dana-dana ini dapat
bersumber dari dan diusahakan oleh koperasi syariah, misalkan dari Modal
Sendiri, Modal Penyertaan dan Dana Amanah.
Modal Sendiri didapat dari simpanan pokok, simpanan
wajib, cadangan, Hibah, dan Donasi, sedangkan Modal Penyerta didapat dari
Anggota, koperasi lain, bank, penerbitan obligasi dan surat utang serta sumber
lainnya yang sah. Adapun Dana Amanah dapat berupa simpanan sukarela anggota,
dana amanah perorangan atau lembaga.
2.Pembahasan
2.1 Koperasi
Syariah Karena Paradigmanya
Kebanyakan
kita kalau disebutkan tentang “koperasi” pasti akan terasosiasi dengan bisnis
skala mikro dan kecil. Karena itu banyak yang mengubah kepanjangan UKM dari
“Usaha Kecil dan Menengah” menjadi Usaha Kecil dan Mikro. Paradigma orang
tentang koperasi masih berkutat sekitar urusan bisnis yang kecil, ditangani
lembaga yang kecil, dan seringkali bikin repot pemerintah karena selalu minta
subsidi dan bantuan lainnya.
Bagaimana
jika usaha yang dianggap kecil-kecil itu berkembang menjadi 2 trilyun seperti
yang dimiliki oleh sebuah koperasi di Pekalongan? Apakah yang namanya usaha
kecil itu tidak boleh menjadi besar dan harus tetap kecil? Saya jadi teringat
kunjungan saya ke Basel, markas pengaturan perbankan tingkat dunia. Di sela
rapat dengan IFSB (Islamic Financial Service Board) dan Bank of International
Settlement (BIS), saya keliling kota tua itu. Ternyata disamping bank yang
menguasai sektor keuangan, ada lembaga lain yang menguasai sisi lainnya, yaitu
koperasi. Disana,
yang memiliki mall adalah koperasi yang anggotanya koperasi setempat. Tanpa
dinyata di negara salah satu mbah kapitalis, ternyata koperasinya malah lebih
maju dari Indonesia yang katanya penduduknya suka bergotong-royong.
Cikal
Bakal Koperasi Syariah
Adalah
PHBK (Proyek Hubungan Bank dengan KSM-Kelompok Swadaya Masyarakat) pada tahun
1990an yang digagas Bank Indonesia bersama World Bank dan AMF yang mengawali
hadirnya Baitul Mal Wattamwil (BMT). Sebuah LSM bernama Pusat Pendidikan dan
Pembinaan Usaha Kecil (P3UK) yang berlokasi di Kampung Ambon, Jakarta,
mengembangkan lembaga simpan-pinjam ala “credit union” seperti yang berkembang
di Inggris itu, tapi memakai pola syariah yang populer karena berdirinya Bank
Muamalat, bank umum syariah pertama, pada tahun 1992.
Keberhasilan
P3UK mengembangkan BMT mengilhami ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia)
untuk mendirikan lembaga yang sama. Maka pada tahun 1996 berdirilah Yayasan
Inkubasi Bisnis Usaha kecil (Yinbuk) dengan lembaganya Pusat Inkubasi Bisnis
Usaha Kecil (Pinbuk). Sejumlah tokoh berkumpul disana, diantaranya BJ Habibie,
Muslimin Nasution, Amin Aziz, Adi Sasono dan lain-lain. Dengan bantuan dari
Bank Muamalat Pinbuk berhasil mengembangkan BMT hingga ke pelosok daerah. Di
Aceh, BMT besutan Pinbuk harus berganti baju menjadi Baitul Qiradh (disebut
Beqi) karena para ulama tidak berkenan dengan kata Baitul Mal yang begitu agung
dalam sejarah Islam menjadi sebuah lembaga usaha kecil yang kadang-kadang juga
bermasalah.
Pengembangan
BMT juga dilakukan oleh Dompet Duafa, sebuah segmen sosial dari harian
Republika sejak tahun 1994. Berbekal dana infak dan sadaqah, Dompet Duafa
mengembangkan FES, Forum Ekonomi Syariah yang anggotanya terdiri dari para
pengurus BMT dari berbagai daerah. Tidak sampai disitu, Dompet Duafa, setelah
terpisah dari harian Republika, juga mengembangkan BMT Center, disamping Aksi
Cepat Tanggap (ACT) dan Klinik Gratis
Di
Bogor, pertumbuhan BMT dimotori oleh Yayasan Peramu pada tahun 1994. Dikelola
oleh anak-anak muda asuhan Dr. AM Saefuddin dari Universitas Ibn Khaldun,
yayasan ini berusaha menyelamatkan para pedagang di pasar Merdeka dan
sekitarnya dari kakitangan rentenir yang beroperasi seiring liberalisasi
ekonomi pada tahun 1980an. Dari kumpulan BMT ini Peramu bahkan mampu menggalang
dana untuk kemudian mendirikan sebuah BPR Syariah.
Mengapa
BMT lebih sukses dari koperasi biasa?
Kata
Dr. AM Saefuddin, cendekiawan dan ekonom asal Bogor, image koperasi di
Indonesia sudah demikian buruk sehingga timbul anggapan bahwa yang namanya
lembaga usaha kecil seperti koperasi pasti buruk dan bangkrut. Bahkan ada yang
memplesetkan koperasi menjadi “kuperas-i” (koperasinya diperas) atau KUD
menjadi “Ketua Untung Duluan”. Lama-kelamaan anggapan ini mengkristal menjadi
paradigma yang susah diubah.
Pertama
BMT umumnya dibangun dengan swadaya masyarakat. Pendirian BMT biasanya dimulai
dengan semangat masyarakat untuk membangun lembaga ekonomi yang dapat membantu
sesama mereka yang lebih lemah secara ekonomi dan menyelamatkan mereka dari jerat
rentenir. Para tokoh berkumpul dan diberikan penjelasan mengenai cara kerja BMT
yang mirip-mirip bank syariah. Lalu dengan kesadaran sendiri, mereka
mengumpukan modal demi memenuhi persyaratan modal yang ditentukan.
Kedua,
professionalisme. Pengelolaan BMT umumnya berkiblat kepada bank syariah yang
bersifat professional. Pegawainya digaji dan dibayar sesuai dengan standar yang
berlaku.
Ketiga
dalam mengembangkan produknya, dia bisa lebih bebas dari bank. Tidak dibatasi
aturan ketat tentang kecukupan modal, kecuali setelah keluar peraturan Mentri
Koperasi tentang ukuran2 yang harus dipatuhi baru-baru ini.
Keempat,
small is beautiful kata Schumacher, memang tercermin pada koperasi. Lembaga
yang kecil ini bisa menembus segala sudut masyarakat dan ruang yang ada di
sektor publik. Dia tidak memerlukan prosedur berliku dalam melayani masyarakat.
Seabreg
Kendala
Marketing
Umumnya
pengurus koperasi BMT mengurus marketing setelah letih mengupayakan berdirinya
lembaga. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pemasaran dan jaringannya
kedodoran. Ia harus berhadapan dengan bank-bank, baik konvensional maupun
syariah yang jaringan dan group marketing yang dilengkapi dengan instrumen dan
SDM yang canggih dan terlatih. Apalagi setelah bank-bank itu juga turun
mengurusi usaha kecil dan mikro, maka koperasi BMT kian terpukul ke pojok.
Sumberdaya
manusia
Para
pegawai dan pengurus koperasi BMT umumnya dilatih dalam sebuah pelatihan yang
tidak lebih dari 5-6 hari kerja. Lalu setelah itu dimagangkan di BMT yang sudah
berjalan selama seminggu. Kemudian diterjunkan langsung di BMTnya sendiri.
Tidak mengherankan jika pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki diperoleh
hanya dari internal experience.
Umumnya
alokasi dana pelatihan untuk para pegawai dan pengurus BMT sangat minim. Para
karyawan jarang dikirim untuk pelatihan dan pendidikan. Sebab apabila diberikan
pelatihan keluar, maka biaya yang ditanggung dua kali lipat, yaitu biaya
pendidikan/latihan dan biaya yang muncul akibat tidak bekerjanya karyawan
sehingga karyawan lain harus lembur. Padahal pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh untuk meningkatkan keuntungan belum tentu diperoleh secara langsung.
Banyak
yang lupa bahwa SDM di koperasi syariah/BMT sama seperti di bank syariah, yang
memerlukan dua dimensi yang harus dikuasai secara seiring dan sejalan. Pertama
pengetahuan tentang syariah muamalah dan yang kedua adalah ekonomi dan keuangan
secara praktis. Mungkin pada waktu pertama dulu dapat dimaklumi keterpisahan
penguasaaan kedua bidang itu. Akan tetapi kedepan, menghadapi dunia yang penuh
persaingan, karyawan bank dan koperasi syariah tidak bisa lagi memiliki
pengetahuan “sekuler”, syariah muamalah saja, atau ekonomi dan keuangan saja.
Produk
terbatas
Produk
Koperasi syariah umumnya masih terpisah-pisah. Untuk pembiayaan modal,
diperlukan aturan dan pelaksana yang terpisah dengan pembiayaan “consumer”.
Dengan kata lain Koperasi BMT tidak melakukan strategi “one stop service”.
Dengan asumsi masyarakat kecil tidak bisa datang ke bank, maka jika BMT tidak
bisa melayani dengan cara seperti ini, maka masyarakat tinggal gigit jari.
Selain
itu, pengembangan produk layanan dalam Koperasi BMT umumnya mengikuti trend
yang berkembang, baik di bank syariah maupun BMT lainnya. Padahal dengan
potensi SDM yang dimiliki, wabil khusus marketing dan DPS, berbagai layanan
baru dapat dikembangkan.
Lender
of the Last Resort
Tidak
seperti bank yang didukung oleh lembaga penjamin simpanan apabila terjadi
likuidasi, BMT tidak memiliki dukungan yang sama. Demikian pula lembaga yang
bertindak selaku lender of the last resort alias lembaga pemberi pinjaman
terakhir apabila terjadi krisis likuiditas.Problem ini sudah diidentifikasi
sejak 15 tahun yang lalu, yaitu ketika kongres BMT pertama diadakan pada tahun
1996. Sampai saat ini nampaknya belum ada realisasinya, baik dari kalangan
pemerintah maupun BMT sendiri.
Permodalan
Untuk
bisa maju dan besar, logika sederhana masyarakat berlaku: perlu modal besar
juga. Bagaimana mungkin sebuah koperasi BMT akan bisa besar dan maju dalam
melayani masyarakat kecil, jika modalnya pas-pasan? Diperlukan usaha terpadu,
baik di kalangan koperasi sendiri maupun pemerintah dalam menggalang
peningkatan modal dalam rangka peningkatan layanan kepada masyarakat.
Teknologi
Hal
yang paling tertinggal dalam koperasi syariah/BMT adalah masalah teknologi,
meskipun secara mendasar, hampir tidak ada koperasi syariah/BMT yang tidak
menggunakan tekonologi komputer saat ini. Akan tetapi untuk yang besar, mereka
terpaksa harus gigit jari. Ambil misalnya yang paling sederhana dan mudah
dilihat masyarakat seperti ATM (Automatic Teller Machine). Bank-bank baik
konvensional maupun syariah dengan mudah melakukan investasi dalam jaringan ini
karena besarnya modal yang dimiliki. Atau dengan mudahnya masuk dalam jaringan
ATM bersama karena kemampuan untuk membayar biaya bulanan atas jaringan yang digunakan.
Dimanfaatkan
untuk kepentingan tertentu
Terkadang
koperasi harus rela dimanfaatkan secara politis oleh pihak lain untuk
memperoleh kedudukan maupun duit. Sedangkan koperasinya sendiri tidak
memperoleh apa-apa dari manuver yang dilakukan pihak itu. Salah satu contohnya
adalah klaim keberhasilan yang diperoleh koperasi Syariah yang diakui sebagai
keberhasilan suatu kepemimpinan. Sikap koruptif segelintir anggota masyarakat
semacam ini sampai hari ini masih dirasakan negatifnya buat koperasi syariah.
3.Kesimpulan
3.1Ancaman bagi
Koperasi Syariah
KJKS
akan dihilangkan dari ketentuan. Ini bertentangan dengan realitas. Kalau di
DPR, yang berkeberatan dan walk out atas diundangkannya Undang-undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah Partai Damai Sejahtera, mungkinkah
unsur-unsur dari PDS kini bermain di departemen koperasi?
Jika
perbankan syariah bertujuan (dan sudah dibuktikan) untuk membangun ekonomi
negara berdasarkan governance yang bersih seperti yang dicita-citakan agama
Islam, maka dapat disimpulkan bahwa mereka yang ingin menghilangkan koperasi
syariah adalah elemen anti negara dan tidak menginginkan ekonomi negara diatur
berdasarkan keadilan dan kebersamaan.
Mengherankan
juga hidup di negara ini. Ketika negara-negara barat seperti Switzerland,
Netherland, Denmark dan lain-lain begitu bangga dengan koperasi karena mampu
digunakan sebagai sarana kebersamaan dalam menghadapi kesulitan hidup, negara
yang katanya berdasarkan Pancasila yang menjunjung tinggi kebersamaan malah
akan mematikan prinsip yang mulia ini. Jika alasannya koperasi terlalu kecil
untuk melayani sebagian besar masyarakat Indonesia, hal itu karena koperasinya
dibiarkan kecil atau bahkan malah dibiarkan kecil dan kalau perlu dijaga agar
tetap kecil. Hal itu karena paradigma orang yang berfikirnya juga kecil…
4. Daftar Pustaka
http://zonaekis.com/koperasi-syariah-kecil-karena-paradigmanya/
http://muhshodiq.wordpress.com/2009/08/12/koperasi-syariah-apa-bagaimana/
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah